Pertanyaan (dari Internal) :
Bagaimana hukum syariah tentang penjualan produk dengan gambar bernyawa (seperti gambar pada kaos, lukisan dan semisalnya)?
Jawaban :
Terkait hukum menjual produk yang memuat gambar bernyawa, maka sebelum masuk ke kesimpulan (yang bisa dibaca pada bagian akhir), ada baiknya kita uraikan dalil dan pendapat ulama seputar permasalahan ini, yaitu sebagai berikut:
[1] Dalil-dalil riwayat yang terkait permasalahan ini cukup banyak. Pada kesempatan ini akan disebutkan di antaranya:
(a) Dari Sa’id bin Abil Hasan, ia berkata,
كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا عَبَّاسٍ إِنِّى إِنْسَانٌ ، إِنَّمَا مَعِيشَتِى مِنْ صَنْعَةِ يَدِى ، وَإِنِّى أَصْنَعُ هَذِهِ التَّصَاوِيرَ . فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لاَ أُحَدِّثُكَ إِلاَّ مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ سَمِعْتُهُ يَقُولُ « مَنْ صَوَّرَ صُورَةً فَإِنَّ اللَّهَ مُعَذِّبُهُ ، حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا » . فَرَبَا الرَّجُلُ رَبْوَةً شَدِيدَةً وَاصْفَرَّ وَجْهُهُ . فَقَالَ وَيْحَكَ إِنْ أَبَيْتَ إِلاَّ أَنْ تَصْنَعَ ، فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ ، كُلِّ شَىْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ
“Ketika aku berada di sisi Ibnu ‘Abbas, ada seseorang yang yang bertanya kepada beliau, ‘Wahai Abu ‘Abbas, aku adalah pria yang berpenghasilan dari hasil karya tanganku. Aku biasa membuat gambar seperti ini.’ Ibnu ‘Abbas menjawab, ‘Tidaklah yang kusampaikan kepadamu selain dari yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pernah mendengar beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang membuat gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Padahal, ia tidak bisa meniupkan ruh tersebut selamanya.’ Wajah orang itu pun menjadi kuning (cemas). Ibnu ‘Abbas melanjutkan, ‘Jika engkau masih tetap ingin melukis, maka gambarlah pohon atau segala sesuatu yang tidak memiliki ruh.’” (HR al-Bukhari dan Muslim)
(b) Dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إنَّ الَّذينَ يصنَعونَ هذِه الصُّوَرَ يعذَّبونَ يومَ القيامةِ ، يقالُ لَهم : أحيوا ما خلقتُمْ
“Orang yang menggambar gambar-gambar ini (gambar makhluk bernyawa), akan diazab pada hari kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkanlah apa yang kalian buat ini.’” (HR al-Bukhari dan Muslim).
(c) Dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أما علمت أن الملائكة لا تدخل بيتا فيه صورة وأن من صنع الصورة يعذب يوم القيامة يقول أحيوا ما خلقتم
“Tidakkah engkau tahu bahwa malaikat tidak masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat gambar dan bahwa pembuat gambar itu diazab pada hari kiamat. Dikatakan kepadanya, ‘Hidupkan apa yang telah kamu ciptakan.’” (HR al-Bukhari dan lain-lain)
(d) Dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bahwa ia berkunjung pada Abu Thalhah al-Anshari untuk menjenguknya, dan di sana terdapat Sahl bin Hunaif. Abu Thalhah lalu memerintahkan seseorang untuk melepaskan tikar yang ada di bawahnya, melihat hal tersebut, Sahl bertanya,
لِمَ تَنْزِعُهُ ؟ قَالَ : لأَنَّ فِيهِ تَصَاوِيرَ ، وَقَدْ قَالَ فِيهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَدْ عَلِمْتَ ، قَالَ : أَلَمْ يَقُلْ إِلاَّ مَا كَانَ رَقْمًا فِي ثَوْبٍ ، قَالَ : بَلَى ، وَلَكِنَّهُ أَطْيَبُ لِنَفْسِي
“Kenapa engkau melepasnya?” Abu Thalhah menjawab, “Sebab pada tikar itu terdapat gambar, dan Rasulullah telah mengatakan tentang larangan menyimpan gambar, seperti halnya yang engkau tahu.” Sahl berkata, “Bukankah Rasulullah mengatakan: ‘Kecuali gambar yang ada di pakaian?’” Abu Thalhah berkata, “Iya benar, tapi melepaskan (tikar) lebih menenteramkan hatiku.” (HR an-Nasai)
[2] Dalam memahami hadis-hadis terkait permasalahan ini, para ulama berbeda pandangan ke dalam beberapa pendapat di antaranya:
(a) Sebagian ulama berpendapat sesuai keumuman dan zahir hadis-hadis larangan, maka mereka menyatakan bahwa hukum asal dari gambar bernyawa adalah seluruhnya haram, baik yang sifatnya tiga dimensi maupun dua dimensi, termasuk juga foto, kecuali untuk hal-hal yang sifatnya sangat mendesak, seperti foto pada kartu identitas.
(b) Sebagian lain berpendapat sebagaimana di atas, tapi membedakan hukum asal foto yang bersumber dari kamera dari gambar karya tangan. Mereka menilai bahwa foto hukumnya sebagaimana cermin yang dibolehkan. Adapun yang dilarang adalah gambar tangan.
(c) Sebagian lain berpendapat bahwa yang diharamkan adalah gambar tiga dimensi (patung) atau gambar sesembahan yang diagungkan. Adapun selain itu maka tidak sampai pada derajat keharaman.
[3] Dari pendapat-pendapat di atas, dan mengingat ancaman yang disebutkan dalam hadis sangat keras, maka lebih baik apabila yang diambil adalah pendapat yang lebih hati-hati. Adapun jika ada orang yang mengikuti pendapat yang lebih ringan (tidak sampai pada derajat keharaman) maka itu adalah haknya dan menjadi risiko bagi yang bersangkutan. Kita membuka peluang bagi orang lain untuk mengikuti pendapat ulama yang diikutinya. Khususnya apabila ada kebutuhan untuk itu. Namun demikian, dengan catatan antara lain: gambarnya tidak menampakkan aurat, bukan sesembahan yang diagungkan, dan tidak mengarah pada kerusakan.
Demikian, semoga jawaban ini bermanfaat. Allahu a’lam.
Sharia Council Department Evermos
11 Mei 2023