Hadis Ke-11 dan Ke-12:
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – قَالَ: نَهَى عُمَرُ عَنْ بَيْعِ أُمَّهَاتِ الْأَوْلَادِ، فَقَالَ: لَا تُبَاعُ، وَلَا تُوهَبُ، وَلَا تُورَثُ، لِيَسْتَمْتِعْ بِهَا مَا بَدَا لَهُ، فَإِذَا مَاتَ فَهِيَ حُرَّةٌ. رَوَاهُ مَالِكٌ، وَالْبَيْهَقِيُّ، وَقَالَ: رَفَعَهُ بَعْضُ الرُّوَاةِ فَوَهِمَ
Ibn ‘Umar (radhiyallahu ‘anhuma) berkata: ‘Umar melarang penjualan ummahat aulad (budak wanita yang memperoleh anak dari hubungan dengan majikannya). Ia berkata, “Tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diwariskan. Majikannya boleh menikmatinya sesuai kehendaknya, dan jika ia meninggal, maka wanita itu merdeka.” [Riwayat Malik dan al-Baihaqi, dan beliau berkata, “Sebagian perawi meriwayatkan hadits ini secara marfu’, maka ia keliru.”]
وَعَنْ جَابِرٍ – رضي الله عنه – قَالَ: كُنَّا نَبِيعُ سَرَارِيَنَا، أُمَّهَاتِ الْأَوْلَادِ، وَالنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – حَيٌّ، لَا نَرَى بِذَلِكَ بَأْسًا. رَوَاهُ النَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ وَالدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ
Jabir (radhiyallahu ‘anhu) berkata: “Dahulu kami biasa menjual ummahat aulad ketika Nabi (shallallahu ‘alaihi wa sallam) masih hidup. Kami tidak melihat hal tersebut sebagai suatu perkara yang bermasalah. [Riwayat an-Nasai, Ibn Majah dan al-Daraquthni, serta disahihkan oleh Ibn Hibban.]
Dokumentasi dan Autentikasi Hadis:
Hadis Ibn ‘Umar diriwayatkan antara lain oleh Malik dalam al-Muwaththa` no. 2248. Periwayatannya secara mauquf dinilai valid, sedangkan periwayatannya secara marfu’ dinilai tidak valid, sebagaimana disebutkan oleh al-Baihaqi dan ad-Daraquthni, yang dinukil secara afirmatif oleh Dr. Mahir al-Fahl.
Adapun hadis Jabir, maka diriwayatkan antara lain oleh Ibn Majah dalam Sunan-nya no. 2517, dan lain-lain, serta dinilai valid oleh Dr. Mahir al-Fahl
Faidah dan Penjelasan Hadis:
Hadis ini membahas tentang sebagian muamalah yang terjadi pada masa lalu, yaitu berkaitan dengan perbudakan, yang pada saat ini tampaknya sudah tidak ada implementasinya.
Yang dimaksud dengan Ummahat Aulad adalah budak wanita yang memperoleh anak dari hasil hubungan dengan tuannya, di mana budak wanita tersebut menjadi merdeka setelah tuannya wafat.
Redaksi hadis Ibn ‘Umar melarang penjualan Ummahat Aulad, sedangkan hadis Jabir membolehkannya. Para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana mendudukkan kedua hadis tersebut. Jumhur ulama menguatkan pendapat bahwa jual-beli Ummahat Aulad itu terlarang, sebagaimana redaksi hadis Ibn ‘Umar. Pendapat jumhur ini juga lebih sejalan dengan semangat perlakuan baik terhadap budak dan pembebasannya.[1]
Sebagian ulama berusaha mengompromikan kedua hadis dimaksud dengan menyatakan bahwa yang dilarang, sebagaimana hadis Ibn ‘Umar, adalah jika terjadi tafriq (pemisahan) antara ibu dan anak, adapun jika tidak terjadi pemisahan, maka tidak dilarang, sebagaimana hadis Jabir.[2]
Allahu a’lam.
Footnote:
[1] Lihat: I’lam al-Anam, vol. II, hlm. 608-609.
[2] Lihat: Fath Dzil Jalal wal Ikram, vol. III, hlm. 527.