Seri Hadis Jual-Beli dan Fikih Muamalah (027) – Penjualan Orang Kota untuk Orang Dusun

Dari Thawus, dari Ibn ‘Abbas (radhiyallahu ‘anhuma), bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian melakukan talaqqi ar-rukban (menghadang kafilah dagang di tengah perjalanan untuk membeli barang dagangannya), dan janganlah orang kota menjual kepada orang dusun.” Aku (Thawus) bertanya kepada Ibn ‘Abbas, “Apa maksud sabda beliau: Janganlah orang kota menjual kepada orang dusun?” Ibnu ‘Abbas menjawab, “Janganlah menjadi makelar untuknya.” Muttafaq ‘alaih, dan redaksinya menurut riwayat al-Bukhari.

Sumber foto: pexels.com

 

Autentikasi Riwayat:

Hadis ini sahih, karena diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya dan juga Imam Muslim dalam Shahih-nya.

Faidah dan Penjelasan Matan:

Yang dimaksud dengan rukban di sini adalah kafilah dagang yang masuk ke suatu negeri untuk berniaga, baik dengan cara berkendara maupun berjalan, baik secara berjamaah maupun bersendirian.

Sedangkan yang dimaksud dengan simsar adalah makelar, yaitu pihak yang bertransaksi untuk orang lain dengan upah, untuk keuntungan pribadinya, bukan secara gratis dalam rangka nasihat untuk kepentingan orang lain.

Bagaimana hukum larangan talaqqi ar-rukban? Syaikh Ibn ‘Utsaimin berpendapat bahwa itu haram, karena hukum asal dari larangan adalah untuk pengharaman.

Di antara faidah dari hadis ini adalah bahwa syariah menjaga kemaslahatan pribadi, yaitu sebagai penjual, dan begitu pula dengan masyarakat.

Zahir hadis tidak membedakan apakah kafilah dagang itu mengetahui harga pasar atau tidak mengetahui. Jika mereka tidak tahu, maka hikmah dari larangan tersebut cukup jelas, supaya mereka tidak terperdaya. Namun jika mereka sudah tahu, maka hikmah larangannya adalah sebagai bentuk preventif (dzari’ah) terhadap tindakan tersebut untuk mereka yang belum tahu. Di era modern ini, komunikasi dan informasi sudah berkembang sangat pesat. Sangat mungkin bagi kafilah dagang untuk tahu harga pasar sebelum mereka datang. Namun demikian, larangan dalam hadis dimaksud tetap berlaku secara umum sebagai sadd dzari’ah (menutup sarana yang membawa mudarat).

Poin penting dari hadis ini adalah larangan jual-beli yang menyebabkan kemudaratan bagi pihak lain.