Dalam transaksi jual beli, kita kerap menghadapi beragam situasi salah satunya jual beli di bawah harga pasar atau bisa juga dikenal dengan “tawar menawar”. Sebenarnya, bagaimana hukum tawar menawar dalam islam ini? Untuk lebih lengkapnya mari kita simak pada ulasan Kajian Senin Sore oleh Ustadz Rayk Manggala yang merupakan agenda rutin di Evermos ini.
Daftar Isi:
ToggleBagaimana Hukum Tawar Menawar Dalam Islam?
Banyak dari kita saat berjualan menghadapi pembeli yang menginginkan potongan harga. Namun, sebenarnya bagaimana hukumnya dalam islam? Di bawah ini ada beberapa contoh kasus dari penjualan menggunakan tawar menawar harga. Jadi, untuk lebih lengkapnya mari simak ulasan berikut ini:
Ternyata hukum tawar menawar dalam islam adalah boleh selama keduanya saling ridho dan ikhlas. Karena salah satu syarat sah dalam transaksi jual beli adalah keikhlasan antara ledua belah pihak (penjual dan pembeli). Ayat yang mengatur tentang ini ada dalam surat An-Nisa ayat 29 yang berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang”
Hukum Tawar Menawar dalam Islam
Selain itu, ada kaidah lain yang memperbolehkan untuk memberikan harga produk di bawah harga pasar pada pembeli. Yakni sebuah kaidah Dr. Erwandi Tarmizi dalam buku harta haram Muamalat Kontemporer yang menyatakan :
“Bersedekah dengan keseluruhan harga barang dibolehkan syariat maka bersedekah dengan sebagian harga barang tentu dibolehkan.”
Jadi bila kita mengiyakan tawaran pembeli untuk membeli produk di bawah harga pasar maka kita bisa dianggap bersedekah.
Begitupun sebaliknya, saat kita berada di posisi pembeli, maka kita bisa bersedekah bila membeli barang di atas harga pasar. Bahkan, ada keutamaannya bila kita sebagai pembeli melebihkan harga.
Namun, perlu diingat bahwa di sini tidak boleh ada keterpaksaan. Pembeli dan Penjual harus saling ikhlas bila ingin mengubah harga produk dari besaran asalnya.
Karena bila kita sampai menawar harga dengan tidak adanya persetujuan sama saja merampas hak penjual tersebut dan jatuhnya ialah haram.
Begitupun jika kita menawar harga yang jatuhnya tidak masuk akal sebaiknya jangan dilakukan. Contohnya jika harga barang 100 ribu kemudian kita menawarnya menjadi 50 ribu, itu tidak boleh.
Memang, kita tidak langsung berdosa. Namun, selain ditinjau dari sisi hukumnya, kita bisa melihat hal yang demikian rupa dari adabnya. Meski tidak berdoa namun hal demikian tidak elok untuk kita lakukan.
Menjual Barang Di Bawah Harga Asli dalam Keadaan Mendesak
Situasi ini sering kita temui apalagi saat pandemic seperti saat ini. Seseorang menjual barangnya di bawah harga asli karena ketedersakan. Contohnya menjual televisi hingga kulkas yang ada di rumahd engan harga yang miring.
Sebenarnya, bagaimana hukum dari penjualan yang demikian?
Diceritakan dalam sebuah hadist Mazhab hanafiah dan hambali bahwa sebenarnya Nabi Muhammad SAW melarang penjualan pada orang yang sedang terdesak.
Tapi kemudian ada kisah riwayat dari imam bukhari dan muslim bahwa hal ini diperbolehkan karena niatnya adalah tolong menolong. Namun dengan beberapa catatan yang perlu kita perhatikan.
Meski kedua hadist ini kontradiktif namun kita tetap harus menghiraukan keduanya. Jadi titik tengah jawabannya adalah kita menempatkan situasinya tergantung pada kemampuan pembeli.
Jika kita adalah seseorang yang mampu secara finansial dan jika membeli barang dagangannya dengan harga normal tidak menggganggu kestabilan keuangan maka kita tidak boleh beli barang dengan harga yang lebih rendah.
Namun jika kondisi keuangan kita sama-sama sedang tidak baik namun tetap ingin menolong maka diperbolehkan untuk melakukan pembelian di bawah harga pasar.
Menjual Sesuatu yang Bukan Kepemilikan Sendiri
Ketiga, ada contoh kasus selanjutnya yakni bagaimana hukumnya jika menjual sesuatu yang bukan miliknya.
Diceritakan contohnya dalam suatu kasus jika kita mendapati seseorang dengan kondisi bangkrut (utang lebih tinggi nilainya daripada asset) bagaimana hukum dan tanggapannya?
Untuk hal ini, sebenarnya kita bisa mencari jalan tengah yakni bukan dengan menyita seluruh asetnya, namun caranya adalah memanfaatkan Sebagian asetnya untuk bisa melunasi hutang. Bagaimana Caranya?
Contohnya adalah sang pemilik utang bangkrut saat sedang membuka usaha kue. Namun, sang pemilik utang masih memiliki aset berupa oven, kompor, mesin, dsb.
Jadi, solusinya adalah bukan dengan menyita asetnya namun memberi kesempatan untuk menjalankan usaha Kembali. Namun, untuk setiap kasusnya tetap melalui pertimbangan dari hakim.
Adanya Penggusuran Asset Secara Paksa
Sebenarnya penyerahan atau penggusuran asset secara paksa dan tiba-tiba tidak diperbolehkan karena akan merugikan salah satu pihak. Namun, hal hal tersebut diperbolehkan jikalau memenuhi 4 persyaratan seperti di bawah ini :
Pemilik tanah dan rumah yang digusur paksa harus mendapat ganti rugi yang adil dan besarannya harus sesuai ketentuan yang menjadi keputusan pihak ketiga yang berpengalaman. Ganti rugi pun harganya tidak boleh di bawah harga pasar serta harus lunas sesegera mungkin.
Bayangkan jika biayanya tidak sesuai harga pasar dan telat pembayarannya maka akan menimbulkan masalah sengketa.
Pihak yang menggusur hanyalah pemerintah setempat atau instansi yang ditunjuk oleh pemerintah secara resmi. Tidak boleh tetangga yang tiba-tiba memiliki keperluan menggusur asset kita.
Tujuan penggusuran untuk kepentingan umum yang sifatnya menyangkut kebutuhan mendesak banyak orang seperti: masjid, jalan dan jembatan.
Penggusuran bukan untuk investasi pemerintah atau pribadi.
Demikian ulasan mengenai hukum Tawar Menawar dalam islam dari ulasan kajian senin sore (Kasensor) dengan pembicara Ustadz Rayk Manggala ini.
Semoga dengan artikel ini, kita semua bisa lebih memahami syariat islam dalam hal transaksi jual beli agar usaha kita lebih berkah dan diridhoi Allah SWT.
Untuk membaca tips bisnis islami lainnya, Anda bisa mengunjungi situs Blog Evermos