Hadis ke-24
وَعَنْهُ قَالَ: نَهَى – صلى الله عليه وسلم – عَنِ النَّجْشِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Ibn ‘Umar (radhiyallahu ‘anhu), beliau berkata, “Nabi melarang dari najasy.” [Muttafaq ‘alaih]
Autentikasi Riwayat:
Hadis ini sahih diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya[1] dan Muslim dalam Shahih-nya.[2]
Faidah dan Penjelasan Matan:
Pengertian najasy secara etimologi adalah provokasi (itsarah). Sedangkan secara terminologi, maknanya adalah penambahan harga oleh pihak yang tidak ingin membeli (rekayasa dari sisi demand, permintaan).
Najasy ini umumnya terjadi pada jual beli secara lelang, di mana rekan-rekan dari penjual melakukan rekayasa permintaan untuk menaikkan harga yang dilelang.
Para ulama sepakat bahwa perbuatan najasy termasuk dalam maksiat, yang pelakunya berdosa.
Banyak ulama menegaskan bahwa tidak ada bedanya antara najasy yang menyebabkan harga lebih tinggi dari harga pasar, atau setara dengan harga pasar, atau meski lebih rendah dari harga pasar. Pendapat dikuatkan oleh keumuman redaksi larangan.
Bagaimana dengan transaksi jual-beli yang terkontaminasi oleh najasy? Sebagian ulama dari mazhab Zhahiri berpendapat bahwa jual-belinya fasid (rusak). Sedangkan menurut mayoritas ulama, jual-belinya tetap sah, namun jika kenaikan harganya melebihi harga pasaran (tsaman mitsl), maka pembeli memiliki hak khiyar ghubn, yaitu hak untuk membatalkan transaksi dikarenakan kelebihan harga yang eksesif.[3]
Footnote:
[1] No. 2142.
[2] No. 1516.
[3] Lihat: Syarh Bulugh al-Maram, Syaikh Sa’d asy-Syatsri, vol. II, hlm. 297.