Seri Mutiara Hadis Riyadhush Shalihin 07 – Kesabaran pada Hantaman Pertama

Redaksi Hadis:  

وَعَنْ أَنَسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ قَالَ: إِنَّما الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأولَى. متفق عليه

Dari Anas (radhiyallahu ‘anhu), bahwa Nabi (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda: “Hanyalah kesabaran itu saat hantaman (musibah) yang pertama.” [Muttafaq ‘alaih]

fikih muamalah riyadhush shalihin
Source: pexels.com

Penjelasan:

Penyebutan hadis di atas adalah dengan peringkasan. Riwayat lengkapnya yang disebutkan oleh Imam an-Nawawi dalam Riyadhush Shalihin memuat kisah bahwa pada suatu ketika Nabi melewati seorang wanita yang menangis di kuburan. Nabi lalu berkata kepadanya,

اتَّقِي الله وَاصْبِرِي

Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.”

Namun wanita itu menjawab,

إِلَيْكَ عَنِّي، فَإِنِّكَ لَمْ تُصَبْ بمُصِيبتى

Pergilah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak merasakan musibahku.”

Wanita itu tidak tahu bahwa yang berbicara itu adalah Nabi. Ketika diberitahukan kepada wanita tersebut, ia pun pergi menemui Nabi lalu menyampaikan bahwa ia sebelumnya tidak tahu kalau yang tadi berbicara dengannya adalah Nabi, maka Nabi pun bersabda sebagaimana teks hadis di atas: “Hanyalah kesabaran itu saat hantaman (musibah) yang pertama.”

Pada saat hantaman pertama, itu adalah puncak kegoncangan dan keperihan dari musibah, sehingga pahala dari kesabaran atasnya juga sangat besar. Pahala yang demikian besar itu karena hal tersebut sangat sulit direalisasikan.[1]

Pertanyaannya, apabila seseorang kurang baik dalam bersabar pada hantaman pertama, namun kemudian ia memperbaikinya sehingga dapat bersabar dengan baik, apakah ia tetap mendapatkan pahala kesabaran? Sebagian ulama menjelaskan, ia tetap mendapatkan pahala kesabaran, insyaallah, meskipun kurang sempurna, sesuai dengan tingkat kesulitan yang ia rasakan dan kadar kesabarannya. Namun apabila waktu telah cukup lama berlalu, sehingga perihnya musibah tersebut sirna dan menjadi hal yang lumrah maka pahala kesabaran atas hal tersebut juga sirna. Allahu a’lam. [2]

Jadi, frasa “hanyalah kesabaran” itu maksudnya adalah kesabaran yang sempurna, yang dengannya seorang mendapatkan pahala yang sangat melimpah, bahkan tanpa batas,[3] sebagaimana firman Allah Ta’ala:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas pahala mereka dengan tanpa batas.” [QS az-Zumar: 10]

Ayat di atas mengandung kabar gembira untuk mereka yang sabar. Dalam ayat lainnya, Allah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar dengan tiga hal yang lebih baik dari dunia:

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ  ۗ  وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Sesungguhnya kami milik Allah, dan sungguh kepada-Nya kami akan kembali).’ Mereka itulah yang mendapat (1) keberkatan yang sempurna dan (2) rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat (3) petunjuk.[4]

Jadi, pada intinya seseorang itu tidak mendapatkan pahala dengan sekadar datangnya musibah, karena hal tersebut di luar kuasanya. Namun ia mendapatkan pahala atas sikapnya terhadap musibah tersebut, yaitu dengan keteguhan dan kesabarannya.[5]

 

Footnote: 

[1]  Lihat: Syarh Shahih Muslim, vol. VI, hlm. 227 dan ad-Dibaj ‘ala Shahih Muslim bn al-Hajjaj, vol. III, hlm. 15.

[2]  Lihat: Faidh al-Qadir, vol. IV, hlm. 233.

[3] Lihat: Manar al-Qari Syarh Mukhtashar Shahih al-Bukhari, vol. II, hlm. 378.

[4]  LIhat: Faidh al-Qadir, vol. IV, hlm. 233.

[5]  Lihat: Nail al-Authar, vol. IV, hlm. 117.