Awal Mula Sebuah Ide yang Tumbuh dari Kebutuhan Pribadi
Sebuah ide besar sering kali berawal dari kebutuhan kecil yang sangat personal. Begitu pula perjalanan 606 Garb, brand fashion lokal yang kini dikenal lewat desain celana oversized yang khas. Ivan Rifaldy S dan Mariska Bianka Indirayani tidak pernah menyangka hobi membuat celana custom akan membuka jalan mereka ke dunia bisnis mode Indonesia.
Ivan yang saat itu bekerja di salah satu e-commerce ternama, merasa kesulitan menemukan celana dengan ukuran yang sesuai dengan bentuk tubuhnya. “Aku akhirnya terbiasa membuat celana sendiri,” ujarnya dalam wawancara. Dari kebiasaan itu, ia mulai mempelajari desain secara otodidak, melihat pola dari internet, dan mencoba berbagai penyesuaian hingga menemukan model yang pas.
Tak disangka, teman-teman di sekitarnya mulai tertarik dan menanyakan dari mana celana yang ia pakai. Dari sinilah ide membuat brand lahir, bukan sekadar menjual pakaian, tapi menciptakan solusi untuk orang lain yang punya kebutuhan serupa.
Dari Hobi Menjadi Brand Fashion yang Divalidasi oleh Pelanggan
Sebelum meluncurkan 606 Garb, Ivan melakukan riset kecil-kecilan dengan berbicara langsung ke lebih dari 50 orang. Tujuannya sederhana: memastikan bahwa produk yang ia buat benar-benar dibutuhkan pasar. Hasilnya luar biasa, 98% responden menyatakan tertarik dengan ide celana oversized yang nyaman dan bergaya.
Riset ini menjadi fondasi kuat bagi Ivan dan Mariska untuk membangun identitas brand. Mereka tidak hanya berangkat dari intuisi, tetapi juga mendengarkan suara calon pelanggan sejak awal. “Kami ingin tahu apa yang orang cari dari sebuah celana,” ungkap Mariska.
Nama 606 Garb sendiri terinspirasi dari perjalanan awal Ivan. Angka “606” melambangkan “6 out of 6” yang merupakan simbol kesempurnaan versi mereka sendiri, hasil dari banyak eksperimen dan adaptasi yang akhirnya menemukan bentuk paling ideal.
Fashion Unisex yang Tumbuh Bersama Pelanggan
Awalnya 606 Garb dirancang khusus untuk pria. Namun, riset dan interaksi di media sosial menunjukkan bahwa banyak perempuan juga tertarik dengan model celana balon yang mereka buat. Dari situ, brand ini bertransformasi menjadi unisex, membuka ruang bagi siapa pun untuk tampil dengan gaya oversized yang nyaman dan ekspresif.
“Sekarang kami tidak lagi terlalu fokus mencari pembeda,” kata Ivan. “Kami hanya ingin mendengarkan pelanggan.”
Pendekatan ini membuat 606 Garb semakin dekat dengan audiensnya. Setiap desain baru yang dirilis lahir dari proses interaksi, mereka menampilkan hasil R&D di media sosial, lalu meminta masukan langsung dari para pengikut. Produk dengan respon terbanyaklah yang akhirnya dirilis ke pasaran.
Keterlibatan pelanggan inilah yang menjadikan 606 Garb lebih dari sekadar brand. Ia tumbuh menjadi komunitas kecil tempat ide, gaya, dan pengalaman saling bertukar.
Tantangan Produksi dan Konsistensi Kualitas
Meski mendapat banyak dukungan, perjalanan 606 Garb tidak selalu mulus. Ivan dan Mariska menghadapi berbagai tantangan, terutama di sisi produksi. Hingga kini, mereka masih mengandalkan sistem maklun ke dua vendor utama karena belum memiliki konveksi sendiri. Masalah seperti ketidaksesuaian kualitas antar vendor, waktu produksi yang lama, hingga pengelolaan keuangan yang masih digabung dengan dana pribadi menjadi tantangan nyata yang mereka hadapi setiap hari.
Namun bagi keduanya, tantangan adalah bagian dari proses belajar. “Kami sedang berusaha menata sistem keuangan dan memperbaiki rantai produksi agar lebih efisien,” ujar Mariska. Meski masih berdua mengelola semua hal, semangat mereka untuk terus berkembang tidak surut.
Dampak dan Kebahagiaan yang Tidak Bisa Diukur oleh Profit
Bagi Ivan dan Mariska, keberhasilan 606 Garb tidak hanya diukur dari angka penjualan. Lebih dari itu, mereka menemukan makna baru dalam menjalin kedekatan dengan pelanggan. Banyak pelanggan yang akhirnya menjadi teman dekat, memberi saran, bahkan ikut berpartisipasi dalam pengembangan produk selanjutnya.
“Saat melihat orang memakai celana 606 di coffee shop, rasanya luar biasa,” ungkap Ivan. “Itu jadi kebahagiaan tersendiri, karena desain kami benar-benar sampai ke orang dan menjadi bagian dari gaya hidup mereka.”
Interaksi dengan pelanggan juga menjadi sumber ide baru. Setiap masukan diterima dengan terbuka, menjadikan brand ini tumbuh organik bersama komunitasnya.
Harapan ke Depan: Dari Online ke Offline dan Lebih Banyak Inovasi
Setelah berjalan sejak akhir 2023, Ivan dan Mariska memiliki visi untuk membawa 606 Garb ke level berikutnya. Mereka bermimpi membuka toko offline di Bandung dan Jakarta yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat jualan, tetapi juga ruang kreatif tempat pelanggan bisa melakukan custom order dalam satu hari.
Selain itu, keduanya tengah merancang konsep 606 Tea Bar, tempat di mana pelanggan bisa menikmati minuman teh sambil melihat koleksi produk mereka. “Kami ingin menghadirkan pengalaman yang lebih personal,” kata Mariska. Sebuah langkah yang menunjukkan bahwa bagi mereka, 606 Garb bukan hanya fashion, tapi gaya hidup yang autentik dan dekat dengan manusia.
Pesan untuk Para Pelaku UMKM Muda
Dari perjalanan mereka, Ivan dan Mariska membuktikan bahwa riset dan keberanian untuk memvalidasi ide adalah kunci utama sebelum memulai bisnis. “Jangan takut untuk belajar riset,” ujar Ivan. “Lebih baik tahu sejak awal apa yang dibutuhkan pasar, daripada rugi karena produk kita tidak relevan.”
Selain riset, mereka juga menekankan pentingnya pelayanan yang baik dan sistem bisnis yang tertata. Karena menurut mereka, bisnis kecil yang dikelola dengan hati akan selalu punya ruang untuk tumbuh besar.
Kisah 606 Garb adalah kisah tentang keberanian, konsistensi, dan kedekatan dengan pelanggan. Dari kebutuhan sederhana menjadi karya yang menginspirasi banyak orang. Melalui pendekatan riset, kreativitas, dan hubungan yang tulus dengan pelanggan, 606 Garb menunjukkan bahwa fashion lokal Indonesia bisa punya makna lebih dari sekadar tren, ia bisa menjadi cerita tentang manusia, gaya, dan impian.










