Melangkah dari Hobi Menuju Bisnis Fashion
Setiap perjalanan besar sering kali dimulai dari langkah sederhana. Begitu pula dengan kisah Mario bersama dua rekannya, Henry dan Riyadh, ketika merintis brand fashion lokal bernama Vearst. Pada masa awal kuliah, ketiganya memiliki hobi membeli barang drifting. Keterbatasan dana membuat mereka terbiasa mencari pakaian bekas yang masih layak pakai, sekaligus belajar memahami karakter fashion dari berbagai style yang mereka temukan. Dari kebiasaan itulah muncul pemikiran untuk menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak lagi bergantung pada barang preloved, tetapi menjadi karya mereka sendiri.
Berbekal kedekatan dengan lingkungan tempat jahit dan penyedia bahan di Bandung, mereka mulai membeli kain, aksesori, hingga sablon secara mandiri. Produksi pertama mereka sangat kecil hanya selusin potong, namun semangatnya besar. Barang-barang itu dibawa ke kampus, diperlihatkan ke teman nongkrong, dan dipakai sendiri untuk memperkenalkan identitas brand yang sedang mereka bangun. Ternyata respons positif datang bertubi-tubi. Teman-teman menyukai desain mereka, dan pesanan kecil itu menjadi titik awal perjalanan Vearst.
Momentum tersebut mereka lanjutkan dengan memproduksi koleksi berikutnya. Dari sekadar proyek kecil, brand ini tumbuh menjadi bisnis yang memiliki kantor, tim, dan lini produksi yang semakin serius. Bagi ketiganya, perjalanan ini bukan hanya tentang menjual pakaian, tetapi menciptakan ruang untuk bercerita lewat fashion.
Komunitas sebagai Sumber Inspirasi dan Identitas Brand
Keunikan Vearst tidak hanya terletak pada desainnya, tetapi juga kedekatannya dengan komunitas. Mario dan rekan-rekannya tumbuh dalam lingkungan skateboard dan musik. Karena itu, mereka memilih untuk membangun brand berdasarkan cerita yang relevan dengan komunitas yang sudah menjadi bagian dari keseharian mereka. Mereka tidak ingin memaksakan diri masuk ke dunia yang tidak mereka pahami. Justru kedekatan dengan komunitas inilah yang membuat produk Vearst punya karakter kuat dan mudah diterima.
Kolaborasi yang mereka lakukan dengan band lokal, musisi independen, hingga skateboarder bukanlah strategi marketing semata. Bagi mereka, itu adalah cara untuk merayakan identitas, memperkuat hubungan, dan memberikan wadah bagi sesama kreator lokal. Bahkan Vearst sempat mengadakan pertunjukan musik kecil di toko mereka, memberikan pengalaman yang intim dan berbeda bagi para pengunjung. Momen-momen seperti ini menjadi cara mereka membangun hubungan emosional antara brand dan komunitas.
Lahirnya Kaisar: Jawaban atas Tantangan Produksi
Seiring pertumbuhan Vearst, permintaan konsumen meningkat pesat. Namun kendala muncul dari sisi produksi karena mereka masih bergantung pada pihak ketiga. Banyak pesanan yang tidak dapat diselesaikan tepat waktu, dan hal itu mengganggu alur bisnis yang sedang berkembang.
Dari masalah itu, lahirlah ide untuk mendirikan unit produksi sendiri. Pada tahun 2018, mereka membangun Kaisar, sebuah konveksi mandiri yang memungkinkan seluruh proses produksi dilakukan secara internal. Hadirnya Kaisar menjadi solusi besar yang mempercepat waktu produksi dari hitungan bulan menjadi hanya beberapa minggu.
Seiring berjalannya waktu, Kaisar berkembang semakin lengkap. Dari yang awalnya hanya membuat celana dan jaket, kini mereka mampu memproduksi kaos, sweater, tote bag, topi, hingga berbagai varian fashion lain. Kapasitas produksi yang lebih besar membuat mereka mampu mengembangkan brand secara lebih terukur dan mandiri.
Inovasi Ramah Lingkungan Lewat Pengolahan Waste
Di balik banyaknya produksi pakaian, tentu ada sisa bahan yang biasanya dianggap tidak berguna. Namun bagi Mario dan tim, sisa bahan ini justru menjadi peluang kreativitas baru. Dari kain-kain kecil yang tersisa, mereka menciptakan lini produk berbasis sustainability bernama Chance the Rats.
Dalam segmen ini, mereka mengolah limbah tekstil menjadi produk fashion baru, mulai dari tas hingga jaket. Bahkan produk gagal seperti overall yang tidak lolos quality control pun mereka transformasikan menjadi tote bag yang fungsional. Meski ketersediaannya terbatas dan tidak dibuat setiap musim, inisiatif ini menunjukkan komitmen Vearst dan Kaisar dalam menciptakan usaha yang lebih bertanggung jawab.
Tumbuh Bersama Tim dan Masyarakat Sekitar
Dari awal berdirinya, tim Vearst dibangun dari orang-orang terdekat. Teman kuliah, sahabat, hingga kenalan komunitas ikut menjadi bagian dari perjalanan brand ini. Kini jumlah tim bertambah hingga puluhan orang yang bekerja di divisi kantor, produksi, gudang, dan toko.
Tidak hanya fokus pada penjualan, mereka juga menjaga kebersamaan internal melalui kegiatan outing dan pengajian mingguan bagi tim produksi di Kaisar. Bagi Mario, membangun hubungan yang solid dengan tim adalah fondasi penting agar usaha dapat terus bertumbuh dan memberi dampak lebih luas.
Jejak Inspiratif UMKM Indonesia
Kisah Vearst dan Kaisar adalah salah satu bukti bahwa UMKM Indonesia memiliki potensi besar ketika dibangun dengan keberanian, konsistensi, dan identitas yang kuat. Berawal dari hobi sederhana, mereka berkembang menjadi brand fashion yang mandiri, inovatif, dan berdampak bagi komunitas maupun lingkungan.
Dari Bandung, mereka menorehkan jejak inspiratif yang mengingatkan bahwa setiap pelaku UMKM selalu punya ruang untuk berkembang. Dengan kemauan untuk beradaptasi dan keberanian mengambil langkah baru, perjalanan bisnis kecil sekalipun bisa menjadi cerita besar yang memberi inspirasi bagi banyak orang.









