Dari Penyintas Menjadi Pendamping: Perjalanan Bu Sugih Hartini Menguatkan Perempuan Lain untuk Bangkit

Dari Ujian Hidup Menuju Kemandirian

Tidak ada perjalanan yang sepenuhnya mulus. Begitu pula yang dialami Sugih Hartini, seorang ibu rumah tangga yang harus menghadapi ujian hidup berat sebagai penyintas kekerasan dalam rumah tangga. Di masa ketika hidup terasa tidak berpihak padanya, ia memilih untuk tidak berhenti. Ia memutuskan berpindah dari Bandung ke Majalaya dan mulai mencari ruang aman untuk memulihkan diri serta membangun kembali kehidupannya.

Di titik itulah ia bertemu komunitas perempuan binaan Yayasan SAPA. Awalnya, ia hanya mengikuti kegiatan untuk mencari dukungan emosional. Namun seiring waktu, ia menemukan banyak hal yang selama ini tidak pernah ia bayangkan: kesempatan untuk belajar, membangun relasi baru, serta menemukan kembali jati dirinya sebagai perempuan yang mampu dan mandiri.

Langkah Kecil yang Mengubah Arah Hidup

Keinginannya untuk mandiri membawa Bu Sugih mencoba menjalankan usaha rumahan. Dengan modal hanya sekitar dua ratus ribu rupiah, ia memulai penjualan produk olahan seperti kicimpring dan opak singkong. Semua dilakukan dari rumah, sambil mengurus anak-anaknya seorang diri.

Prosesnya tidak mudah. Produksi manual yang bergantung pada cuaca sering membuat hasilnya tidak menentu. Namun, ia belajar untuk beradaptasi, memikirkan alternatif produk, serta mencari cara agar prosesnya lebih efisien. Dari usaha kecil seperti inilah ia belajar tentang pemasaran, pengemasan, hingga legalitas produk semua dipelajari secara otodidak.

Perubahan kecil mulai terlihat ketika produknya memiliki kemasan lebih rapi dan resmi terdaftar dengan izin PRT dan label halal. Meski skala usahanya masih terbatas, penjualannya terus bergerak melalui jaringan warung, sekolah, pertemuan komunitas, hingga jalur online sederhana. Yang terpenting, ia kini mampu berpenghasilan tanpa harus meninggalkan rumah dan anak-anaknya.

Dari Penyintas Menjadi Pendamping: Perjalanan Bu Sugih Hartini Menguatkan Perempuan Lain untuk Bangkit

Dari Penerima Bantuan Menjadi Pendamping Perempuan

Perjalanan Bu Sugih tidak berhenti pada usaha mandiri. Pengalamannya sebagai penyintas membuatnya memahami betul bagaimana rasanya berada dalam posisi sulit, dan dari sana tumbuh keinginannya untuk ikut menguatkan perempuan lain. Ia mulai aktif sebagai relawan pendamping kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sejak 2014. Ketulusan dan dedikasinya membuatnya dipercaya sebagai koordinator pendamping kasus Yayasan SAPA pada 2019.

Di komunitas ini, ia terlibat dalam berbagai program pemberdayaan ekonomi bekerja sama dengan Kemen PPA, pemerintah daerah, hingga Baznas. Ia mendampingi perempuan untuk menentukan jenis usaha, membelanjakan modal dengan tepat, mengatur stok, hingga membuat laporan perkembangan usaha.

Saat ini, ia mendampingi lebih dari 75 penerima manfaat bantuan ekonomi dan lebih dari 100 penyintas dari berbagai desa di Kabupaten Bandung. Perannya bukan sekadar memantau, tetapi menjadi tempat bercerita, bertanya, dan mencari kekuatan baru.

Tantangan Pemberdayaan Perempuan Daerah

Dalam mendampingi perempuan, terutama penyintas, tantangan terbesar sering berasal dari situasi keluarga dan keterbatasan akses teknologi. Banyak perempuan yang masih berada dalam relasi kuasa dengan pasangan, sehingga sulit mengambil keputusan terkait usaha dan penggunaan modal.

Selain itu, sebagian besar ibu yang ia dampingi berusia 50 tahun ke atas dan belum terbiasa menggunakan perangkat digital. Pelatihan seperti pemasaran online sering kali tidak mudah mereka ikuti. Karena itu, Bu Sugih harus menyesuaikan pendekatan dengan memberikan pelatihan praktis yang lebih relevan, seperti memasak, membuat kemasan, atau produksi rumahan yang sederhana.

Mendampingi secara intensif dan langsung menjadi kunci. Ia sering harus membantu satu per satu peserta untuk memahami langkah yang seharusnya dilakukan. Meskipun prosesnya lebih lambat, ia percaya bahwa setiap perempuan berhak mendapat kesempatan untuk belajar dengan cara yang paling sesuai dengan kondisi mereka.

Menguatkan Melalui Komunitas

Selain memberi pelatihan, Bu Sugih rutin mengadakan pertemuan komunitas sebagai ruang aman untuk saling mendukung. Para ibu yang memiliki usaha kecil sering membawa produk masing-masing, lalu saling membeli dan saling mempromosikan. Bahkan beberapa produk mereka digunakan sebagai konsumsi dalam kegiatan-kegiatan Yayasan SAPA, sehingga mereka merasa dihargai sebagai pelaku usaha.

Semangat ini membuat banyak perempuan kembali merasa berarti. Mereka tidak hanya belajar berjualan, tetapi juga belajar percaya diri, berani mencoba, dan menyadari bahwa kemampuan mereka lebih besar dari yang selama ini mereka bayangkan.

Dari Bandung, Untuk UMKM Indonesia

Perjalanan Bu Sugih Hartini adalah gambaran nyata bagaimana perempuan dapat bangkit dari titik terendah dan justru tumbuh menjadi pilar bagi perempuan lainnya. Dari penyintas menjadi pendamping, dari ibu rumah tangga menjadi penggerak komunitas, ia membuktikan bahwa perubahan besar dapat dimulai dari langkah kecil yang dilakukan dengan hati.

Melalui perannya, baik sebagai pelaku usaha, pendamping komunitas, maupun reseller Evermos, Bu Sugih menjadi bagian penting dari pertumbuhan UMKM Indonesia yang inklusif. Kisahnya mengingatkan kita bahwa ketika satu perempuan bangkit, ia membawa banyak perempuan lain untuk ikut berdiri.

Bagikan :

Artikel Terkait

Untuk Ziah: Perjuangan Bu Tini Sembuhkan Anaknya

Kehilangan orang-orang tersayang dengan begitu cepat tak pernah terbayangkan di hidup Tini Martini (37 tahun) sebelumnya. Dia telah kehilangan anak pertamanya karena sakit 10 tahun lalu. 6 tahun kemudian, suaminya meninggal karena penyakit yang jantung yang diderita. Kini hanya ada Siti Fadhillah (7 tahun) yang akrab disapa Ziah bersamanya. Ia tak mau kehilangan satu-satunya orang

Selengkapnya »
Toko Service HP Pak Agus

Toko Service HP untuk Pak Agus, Pejuang Penyintas Tumor Kaki

Toko Service HP Pak Agus – Namanya Agus Sofian (33th), ia adalah pria asal pedalaman Sumatera Barat yang memutuskan merantau ke Pulau Jawa untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Ia merantau membawa keluarganya, yakni seorang istri, anak, dan keponakan. Meskipun kehidupan kota begitu  keras , dengan segala keterbatassanya Pak Agus tak letih untuk berjuang tanpa

Selengkapnya »
Rumah Tahfidz Permata

Rumah Tahfidz Permata : Hari Santri, Bangun Ekonomi Negeri

Sejak tahun 2015, Hari Santri diperingati tiap tanggal 22 Oktober berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22. Dalam peringatan Hari Santri tahun ini, Evermos turut  mengenang perjuangan dan teladan jihad para santri Rumah Tahfidz Permata dengan menyelenggarakan acara Kajian dan Doa bertemakan, “Peran Santri Dalam Memajukan Kesejahteraan Bangsa”. Materi Kajian dibawakan langsung oleh Dr. KH. Abdul Ghofur

Selengkapnya »