Artikel ini merupakan bagian dari WeRise, inisiatif Evermos bersama UN Women untuk pemberdayaan pengusaha perempuan di Indonesia.
Memiliki dan mengembangkan bisnis sendiri menjadi impian banyak orang. Bisnis bukan lagi hanya sekedar ajang untuk mencari nafkah. Namun menjadi ruang untuk dapat mengembangkan bakat sekaligus mengasah fighting spirit untuk dapat bertahan dalam keadaan “terhimpit” sekalipun.
Demikian halnya bagi kaum perempuan saat ini. Bisnis sudah menjadi bagian dari kaum perempuan. Banyak kaum perempuan yang berhasil dalam membesarkan bisnis yang mereka bangun. Sosok pengusaha perempuan tangguh pun kita temui di platform Evermos : Windy sebagai brand owner Krenies, Dhea sebagai brand owner Bayola, Fitri sebagai Head of Sales Kintakun dan Gabriella sebagai brand owner Wardana, banyak bercerita mengenai awal mula berdirinya usaha/brand mereka serta tantangan yang dihadapi dalam menjalankan peran sebagai seorang leader perempuan.
Sebagai seorang perempuan, membangun dan mengembangkan bisnis milik sendiri merupakan hal yang tidak mudah untuk dijalani. Terlebih karena perempuan juga memiliki tanggung jawab dan harus membagi waktu untuk keluarga. Namun, support system yang diberikan keluarga membuat keempat Narasumber menjadi yakin dan percaya diri untuk terus melanjutkan mimpi mereka, yaitu sebagai seorang leader untuk terus berkembang.
“Saya tuh Puji Tuhan yah punya suami yang memang bisa diajak sharing tentang bisnis, selalu paham pembagian tugas dan kerjasama urus rumah gitu yah termasuk anak juga dibantu” -Gabriella
“Nah Mba, awalnya tuh saya kan basicnya cuma MarComm ya di kantor lama, saya sempat stuck karena banyak mikir itu tentang money flow, uang beli bahan, gitu deh pokoknya pusing banget yah, nah itu tuh suami Mba yang bantu, suami saya kebetulan karena sudah lama berbisnis juga yah, jadi sering gitu ajarin saya tentang margin, cost, jadi saya merasa ada yang dukung juga nih bisnis berdua ini” -Dhea
Rintangan dalam memulai bisnis juga salah satu hambatan dan akan selalu ditemukan. Salah produksi, ketidaktahuan tentang pasar, strategi marketing yang tidak tepat sasaran, bahan baku yang tidak sesuai adalah beberapa alasan dari sekian banyak alasan yang membuat Narasumber sempat merasa stuck dan memiliki pemikiran untuk mengakhiri saja perjalanan karirnya. Namun keempat Narasumber merasa harus tetap berjalan karena mereka memiliki goals yang mana tidak boleh dipatahkan oleh apapun.
“Jadi sih sempet karena bahan baku ya, packaging sih Mba yang ngebuat tuh produk saya jadi gampang basi padahal expirednya masih lama gitu, jadi ternyata untuk snack gitu ga boleh asal packaging, jadi terus-terusan ngelakuin RnD yang dimana kan butuh dana terus ya” –Windy
“Saya kan pasarnya adalah offline yah, di Tamcit dan kemudian awal-awal pandemi, disuruh tutup, nah disitu saya kan mau ga mau muter otak ya, jadi lah yaudah berkaitan marketing sih ya susah, saya mempelajari pasar dan yaudah akhirnya coba deh kuatin online nya juga” -Dhea
Stigma atau anggapan tentang perempuan adalah makhluk yang lemah, sepertinya akan terus melekat. Dikarenakan perempuan dianggap selalu penuh dengan perasaan (feeling first) dan lamban dalam pengambilan keputusan, salah satu Narasumber yaitu Fitri sebagai Head of Sales Kintakun menuturkan bahwa tidak jarang hal itu membuatnya dipandang lemah, namun Fitri merasa bahwa dirinya harus mematahkan stigma tersebut dan menurutnya perempuan juga mampu mengambil sikap namun tetap berhati-hati dalam pengambilan keputusan serta karena “perasaan” itu lah dapat membuat Leader perempuan lebih mudah memahami situasi kerja pada timnya.
“Nah itu Mba gak enaknya, apa-apa pakai perasaan yah, terus lama gitu kan kalau ambil keputusan karena semua penuh dengan pertimbangan, tapi semua itu bukan alasan sih dan ga semuanya dipandang negatif, justru dengan perasaan itu lah yang membuat saya merasa bahwa saya lebih dapat memahami bagaimana tim saya, dan harapannya bisa membuat tim saya merasa happy juga kayak dipeduliin gitu, Mba sama leadernya” -Fitri
Namun keempat pengusaha perempuan di Evermos ini menyakini bahwa segala sesuatu tidak ada yang instant, semua butuh proses. Sebagai brand owner ataupun leader, harus memiliki pola pikir yang jauh lebih maju. Selain itu, harus memiliki mental yang kuat dan goals yang jelas. Dan mereka pun meyakini bahwa perempuan bukan saatnya lagi dinilai sebagai makhluk yang lemah, karena perempuan juga mampu menjadi versi terbaik dari dirinya.