Redaksi Hadis:
عن ابن مسعود – رضي الله عنه – أَنَّ النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Ibn Mas’ud RA, bahwa Nabi SAW bersabda, “Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.’” [Muttafaq ‘alaih]

Penjelasan:
Hadis di atas bicara tentang dua hal yang saling berlawanan, yaitu tentang kewajiban untuk memiliki sikap shidq (jujur), dan keharaman dari sikap kadzib (dusta).
Kejujuran adalah karakter mulia pada diri seseorang, apalagi pada diri seorang muslim. Sebaliknya dengan kedustaan.
Apa makna shidq? Maknanya adalah muthabaqatul khabar lil waqi’, kesesuian antara pengabaran dan realita.
Misalnya, jika ada yang bertanya kepada Anda, “Hari apa ini?” lalu Anda menjawab, “Hari ini adalah hari Selasa” (dan memang benar hari ini adalah hari Selasa), maka itu adalah kejujuran. Namun, jika Anda mengatakan hari Senin padahal sebenarnya hari Selasa, maka itu adalah kebohongan. Oleh karena itu, kejujuran adalah kesesuaian antara pengabaran dengan kenyataan.
Penyampaian kabar atau berita itu bisa melalui lisan atau melalui perbuatan.
Adapun yang melalui lisan adalah perkataan, sementara yang melalui perbuatan adalah dengan tindakan. Namun, bagaimana kebohongan bisa terjadi melalui perbuatan? Jika seseorang melakukan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang ada di hatinya, maka ia telah berbohong dengan tindakannya. Misalnya adalah kalangan munafik, yang mereka adalah pembohong karena menampilkan dirinya seolah-olah mukmin, padahal tidak beriman. Begitu pula seseorang yang berpura-pura melaksanakan amal saleh, tetapi perbuatan ini tidak mencerminkan apa yang ada di dalam hatinya. Itu adalah kebohongan.
Oleh karena itu, kita mengatakan bahwa kejujuran bisa melalui lisan, dan jika perbuatan anggota tubuh sesuai dengan apa yang ada di hati, maka itu adalah kejujuran dalam tindakan.
Setidaknya ada tiga jenis kejujuran:
Pertama: Ash-shidq ma’allah. Kejujuran dengan Allah: Kejujuran dengan Allah berarti mengikhlaskan seluruh amal perbuatan hanya untuk Allah, tanpa riya (pamer) atau mencari popularitas. Jika seseorang melakukan suatu amal tanpa keikhlasan niat kepada Allah, maka Allah tidak akan menerima amal tersebut. Seorang Muslim harus tulus dalam semua bentuk ketaatan dengan memberikan hak-haknya dan melaksanakannya sesuai dengan apa yang dituntut darinya.
Kedua: Ash-shidq ma’an nas. Kejujuran dengan Sesama Manusia: Seorang Muslim tidak boleh berbohong dalam perkataannya kepada orang lain. Selain itu, kejujuran dengan orang lain juga berarti kesesuaian antara apa yang tampak dengan apa yang ada di dalam hati, baik dalam ucapan maupun tindakan. Jika tidak ada kesesuaian ini, maka itu adalah salah satu tanda kemunafikan. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara, ia berdusta; jika berjanji, ia ingkar; dan jika diberi amanah, ia berkhianat.” (HR. Bukhari).
Ketiga: Ash-shidq ma’an nafs. Kejujuran dengan Diri Sendiri: Seorang Muslim yang jujur tidak menipu dirinya sendiri. Ia mengakui kesalahan dan kekurangannya, serta berusaha untuk memperbaikinya. Sebab dia sadar bahwa kejujuran adalah jalan keselamatan.