Dalam melakukan transaksi jual beli banyak orang yang tidak memperhatikan batasan-batasan syariat, sehingga banyak transaksi yang dilakukan masyarakat melanggar ketentuan syariat. Maka kita perlu mengetahui rukun dan syarat sah jual beli dalam tinjauan ilmu fikih.
Berbagai upaya mereka lakukan tanpa memperhatikan syariat demi untuk mendapat keuntungan yang berlipat ganda bahkan ada yang melakukan kecurangan demi pemperlancarkan transaksi jual beli, padahal pada hakikatnya transaksi yang mereka lakukan adalah transaksi ribawi.
Nah, bagaimana rukun dan syarat sah jual beli dalam syariat islam? Anda dapat mengetahuinya dengan membaca artikel ini hingga tuntas.
Sumber tulisan ini diambil dari KASENSOR (Kajian Senin Sore) yang merupakan salah satu sebuah program rutin mingguan di Evermos.
Topik tentang rukun dan syarat sah jual beli dalam syariat Islam ini disampaikan oleh ustadz Rayk Manggala Syah Putra selaku Dewan Pengawas Syariah Evermos.
Berikut ini akan penulis rangkum informasi materi Kasensor secara terstruktur.
Daftar Isi:
ToggleMengapa dalam Bertransaksi Jual Beli Perlu Memenuhi Rukun dan Syarat Sah?
Ustadz Rayk menjelaskan berkaitan dengan mukadimah yang bersumber dari dr. Yusuf Subaily, beliau membahas aturan-aturan sebuah transaksi agar transaksi tersebut tidak melanggar.
Nah, untuk pembahasan pertama kali yaitu pembahasan tentang jual beli. Beliau merincikan tentang jual beli ini terkait dengan definisi, bentuk jual beli, rukun dan syarat sah jual beli, bagaimana metode serah terima yang diakui oleh ahli fiqih.
Atau juga membahas bisa tidak apabila kita membatalkan sebuah transaksi? Bagaimana aturan-aturan syariat yang melekat didalamnya agar transaksi itu boleh dibatalkan dan berbagai macam rincian lainnya.
Fungsi dari pembelajaran fiqih muamalah ini kita memahami definisi, rukun, syarat syah jual beli agar kita memiliki parameter yang jelas.
Parameter tersebut untuk mengukur apakah setiap transaksi yang dilakukan itu sudah sesuai dengan kaidah syar’i ataukah belum.
Apabila belum, maka nanti ada hal yang perlu diperbaiki. Apabila sudah sesuai, maka pertahankan dan ditingkatkan dengan perkara-perkara untuk menyempurnakannya.
Muraja’ah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang pekerjaan yang terbaik, lalu beliau bersabda ;
عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
Artinya:”Pekerjaan seseorang dengan kedua tangannya, dan setiap jual beli yang mabrur.” Al Bazaar (2/83) dan dishahihkan oleh al Imam Hakim
Teks Hadist diambil dari kitab Taudhihul Ahkam min Bulughil Maraam.
Kriteria Jual Beli yang Mabrur
Sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama, diantara Syaikh ‘Abdulllah bin ‘Abdurrahman al Bassam ketika menerangkan apa yang dimaksud jual beli yang mabrur.
Adalah jual beli yang terkumpul didalamnya Rukun Syarat Sah, terbebas dari perkara-perkara yang terlarang seperti riba, gharar, mukhatarah, penyembunyian cacat, dll.
Dikutip secara makna dari kitab Taudhihul Ahkam min Bulughil Maraam
Rukun Jual Beli
Hal ini harus kita penuhi dalam bertransaksi jual beli. Ketika salah satu dari rukun itu tidak terpenuhi maka yang terjadi adalah tidak mungkin terjadinya transaksi jual beli.
Prof. Dr. Yusuf Subaily menyebutkan ada tiga rukun jual beli, antara lain:
- Pelaku Transaksi : Penjual & Pembeli
- Obyek Transaksi : Harga & Barang
- Sighat Akad : Tindakan yang menunjukan sedang melakukan transaksi
Dikutip dari Muqaddimah Fi Mu’amalat Maaliyah – Dr. Yusuf Subaily hafizhahullah
Edisi Terjemah di Alih Bahasakan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi hafizhahullah.
Bentuk Sighat Akad
Ustadz Rayk mengulas bentuk sighat akad menurut Prof. Dr. Yusuf Subaily. Beliau menyebutkan ada dua bentuk sighat akad, antara lain:
1. Sighat Qauliyyah : Ijab & Qabul
Yaitu dengan kata-kata atau itikad atau tanda yang menunjukkan melakukan transaksi jual beli dengan kata-kata.
Dalam pandangan ulama Syafi’i atau mahzab Imam Syafi’i yang mayoritas di Indonesia, sebuah transaksi itu harus ada Ijab dan Qabul.
Hal tersebut terjadi terutama pada peradaban yang masih kental terhadal mahzab Imam Syafi’I yang dicirikan dengan pernyataan si penjual berkata jual, dan pembeli berkata beli.
Misalnya ketika kita membeli sesuatu, tetapi tidak mengucapkan kata “beli” kepada penjual walaupun sudah menyerahkan uang, maka belum bisa dikatakan terjadinya akad jual beli.
Akan tetapi di zaman sekarang untuk mengimplementasikan ijab dan qabul dalam transaksi jual beli ini terbilang rumit.
Menurut pendapat ulama syafi’iyah lainnya bahwasannya pada asalnya untuk mengatakan transaksi itu terjadi atau tidak mekanismenya dikembalikan kepada adat atau kebiasaan yang berlaku.
Nah, sedangkan adat yang berlaku di Indonesia adalah Sighat Fi’liyyah.
2. Sighat Fi’liyyah : Mu’athah
Sighat ini merupakan itikad melakukan transaksi jual beli dengan perbuatan. Misalnya apabila kita berbelanja di supermarket, saat hendak melakukan pembayaran ada seorang kasir yang menscan produk yang kita beli. Bahkan tidak ada obrolan antara kasir dengan pembeli.
Hanya saja di akhir, seorang kasir menyebutkan total harga pembelinya. Lalu pembeli pun membayarnya, dan tidak perlu mengatakan lagi “ini saya bayar sebesar 200 ribu” kata pembeli dan “saya terima uangnya dan saya jual barangnya” kata kasir atau penjual.
Jadi, langsung clear di situ saat pembeli membayar total barang yang dibelinya dan kasir atau penjual menyerahkan barangnya.
Nah, hal itulah yang dimaksudkan dengan sighat fi’liyyah atau para ulama sering mengatakan tanpa adanya kata-kata (mu’athah yaitu dengan perbuatan).
Dengan melakukan transaksi jual beli mu’athah ini terbilang sah. Karena adat, perbuatan atau kebiasaan itu bisa menjadi acuan hukum.
Ketika lingkungan masyarakat sudah terbiasa melakukan transaksi jual beli tanpa adanya kata-kata, hanya berbasis perbuatan maka hal ini diperbolehkan.
Dalam fiqih sunah, bentuk transaksi itu tidak hanya sekedar kata-kata ataupun perbuatan, tapi juga bisa dalam bentuk tulisan. Maka dalam bentuk tulisan yang semisal dengannya, hal ini juga dikatakan sebagai bentuk sighat akad. Misalnya dalam bentuk invoice atau nota, kesepakatan dalam sebagai bentuk perjanjian jual beli, hal ini diperbolehkan menurut syariat.
Jadi, apapun bentuk adanya itikad perbuatan atau adanya akad itu diperbolehkan oleh syariat islam selama keterangan-keterangan tersebut yang tertuang di dalamnya itu dapat dimengerti oleh kedua belah pihak yang berakad.
Syarat –Syarat Sah Jual Beli
Prof. Dr. Yusuf Subaily menyebutkan ada tujuh syarat sah jual beli :
- Kerelaan dari pelaku transaksi
- Obyek transaksi adalah yang diperbolehkan dalam agama
- Obyek transaksi telah dimiliki
- Pelaku transaksi adalah orang yang diperbolehkan melakukan akad
- Obyek transaksi bisa diserah-terimakan
- Obyek transaksi diketahui oleh para pelaku transaksi
- Harga harus jelas
Demikianlah informasi mengenai rukun dan syarat sah jual beli dalam syariat Islam yang perlu Anda ketahui.
Semoga pemaparan informasi di atas dapat bermanfaat untuk kita semua.
Setelah mengetahui informasi ini, hendaknya kita lebih memperhatikan dan memenuhi rukun dan syarat sah jual beli sesuai dengan syariat Islam dan meninggalkan sesuatu yang haram.
Nantikan materi Kasensor selanjutnya hanya di situs blog Evermos.