Seri Hadis Jual-Beli dan Fikih Muamalah (004) – Larangan Upah Perdukunan dan Zina serta Jual-Beli Anjing

Hadis Keempat:

وَعَنْ أَبِي مَسْعُودٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ ثَمَنِ اَلْكَلْبِ، وَمَهْرِ الْبَغِيِّ، وَحُلْوَانِ اَلْكَاهِنِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Dari Abu Mas’ud al-Anshari, bahwa Rasulullah melarang mengambil uang penjualan anjing, mahar perzinaan dan upah perdukunan. [Muttafaq ‘alaih.]

Ilustrasi: pexels.com

Validitas Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 2237, Muslim dalam Shahih-nya no. 1567, dan lain-lain.

Penjelasan Ringkas dan Faidah dari Hadis:

Kata mahar sebenarnya bermakna imbalan yang diberikan untuk pernikahan, namun yang dimaksud di sini adalah upah atas perzinaan. Sedangkan yang dimaksud dukun adalah orang yang mengklaim mengetahui perkara yang gaib, baik dengan ramalan perbintangan (astrologis) maupun selainnya.

Hadis ini menunjukkan haramnya jual-beli anjing, serta haramnya zina dan perdukunan.

Para ulama berbeda pendapat tentang ‘illat dari larangan jual-beli anjing. Sebagian menyatakan karena kenajisannya, dan sebagian lagi menyatakan karena ia terlarang untuk dipelihara. Bagi pandangan pertama, maka semua anjing haram diperjualbelikan, termasuk anjing untuk menjaga ternak dan kebun serta berburu. Ini adalah pendapat Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad. Sedangkan bagi pandangan kedua, maka terkait anjing yang diperkenankan secara syariat untuk dipelihara, yaitu khusus untuk keperluan menjaga kebun dan ternak serta berburu, maka diperkenankan pula untuk diperjualbelikan. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah.

Adapun keharaman upah dari zina dan perdukunan, maka merupakan perkara yang disepakati oleh para ulama. Lalu bagaimana dengan upah tersebut? Pendapat ulama yang terpilih adalah agar upah tersebut disedekahkan atau diserahkan ke kas negara oleh pemerintah, agar pelaku keburukan tidak mendapatkan hal yang menguatkan keburukannya.

Demikian. Allahu a’lam.