Seri Hadis Jual-Beli dan Fikih Muamalah (033) – Larangan Menimbun Barang

Hadis ke-33: 

وَعَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ – رضي الله عنه – عَنْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ». رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Ma’mar bin ‘Abdillah RA, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda, “Tidak akan melakukan penimbunan (barang) kecuali pendosa.” Riwayat Muslim.  

Autentikasi Riwayat:

Hadis di atas derajatnya sahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya.

Faidah dan Penjelasan Matan:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada yang melakukan penimbunan kecuali orang yang bersalah (khathi’).” Kata “khathi’” berarti orang yang melakukan kesalahan dengan sengaja dan maksud. Lawan dari “khathi’” adalah “mukhti’” yang melakukan kesalahan tanpa sengaja.

Penimbun adalah khathi’, artinya ia melakukan kesalahan secara sengaja. Karena dia bersalah, maka harus dikembalikan kepada yang benar, yaitu dia dipaksa oleh pihak berwenang untuk menjual barang yang ditimbun, agar masyarakat tidak kesulitan, di mana penjualan tersebut dengan harga pasar yang wajar. Sebab penimbunan pada umumnya dimaksudkan untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga wajar.

Jika seseorang melakukan penimbunan sehingga menyulitkan masyarakat, namun ia tetap menjual di harga yang wajar, maka ia tetap bersalah (berdosa), berdasarkan zahir hadis.

Secara zahir hadis pula, larangan penimbunan itu berlaku umum untuk berbagai jenis komoditas. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh antara lain Syaikh Ibn ‘Utsaimin. Namun, sebagian ulama membatasi larangan ini hanya pada barang-barang yang diperlukan oleh masyarakat dan akan merugikan publik jika terjadi penimbunan. Sementara barang-barang yang bukan kebutuhan pokok diperbolehkan untuk ditimbun, seperti barang-barang mewah. Alasan pendapat pertama, karena kebutuhan pokok dan barang mewah itu relatif. Sesuatu bisa dianggap barang mewah bagi satu kelompok, namun bisa menjadi kebutuhan pokok bagi kelompok lain.

Selanjutnya, masih berdasarkan zahir hadis tersebut, maka hukumnya tidak berbeda antara satu orang yang membeli seluruh barang di pasar lalu menimbunnya, dengan sekelompok orang yang menimbun barang dan sepakat untuk menjualnya dengan harga tertentu, di mana barang tersebut tidak tersedia di tempat lain.

Bagaimana jika ada pihak lain barang-barang khusus yang hanya dijual oleh pihak tertentu? Menurut Syaikh Ibn ‘Utsaimin, pemerintah harus memperkirakan biaya modal, keuntungan yang layak, serta biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan barang tersebut, kemudian menambahkan persentase tertentu untuk keuntungan yang wajar, dan kemudian pihak penjual tadi diharuskan tunduk dengan harga yang ditetapkan. Contohnya sekarang ini adalah obat-obatan di apotek yang harganya telah ditetapkan, sehingga orang-orang tidak bisa seenaknya menaikkan harga.